All The Best People are Crazy!!

Friday 28 September 2012

Cerpen By The Moon


Karya : Diny Syarifah Sany

“ By the moon in the sky.. I never forget that stories of. I hope there will always time together.”
Airmata itu jatuh ketika tangan ini harus memandang seseorang yang telah menjadi bagian dari kisah hidupku. Dan airmata itu terkadang aku teteskan lagi ketika aku mengingatnya. Aldi… dialah sahabatku saat aku duduk di SMA dan saat kami sama-sama menjadi mahasiswa suatu universitas negeri. Dan saat semester empat, aku mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Tepatnya di Belanda.
 “ Kita punya kesempatan lagi untuk bertemu kan??”ujarnya lirih.
“ Apa kau ragu? Live is miracle.”
“ Aku pasti menunggumu kawan. Aku tunggu kamu dua tahun lagi ya…”
Itulah kata-kata terakhir darinya. Dia menungguku. Mungkin kini diapun masih menungguku. Beberapa bulan lagi aku akan pulang ke Indonesia. Aku akan menyelesaikan kuliah S1 ku. Ku ambil laptopku dan aku mencoba mengirimkan pesan padanya.
“ What are you doing?? I lonely so much. Kamu masih nunggu aku kan??? Aku selalu menanti hari bertemu kita. Oh, ya…kalau kita ketemu aku mau ngajak kamu makan bakso. Disini susah banget nemuin bakso. Hehehe… see you.”
Aku teguk teh hangatku.
“ Selalu begini.”gumamku sambil memandang laptopku.
Sudah sering aku mengirimkan pesan kepadanya. Tapi, pesan itu tidak terkirim. Entah kenapa.
“ Aku tetap akan mencarimu kawan…”ujarku mantap.
Beberapa bulan telah berlalu. Dan kini tepat saatnya untuk aku pulang kembali ke Indonesia. Aku berencana untuk melanjutkan kuliahku di sebuah universitas negeri di Indonesia jurusan seni desaign animasi karena kebetulan ada yang menawarkan aku beasiswa. Dia Kak Fajar, dia pun mendapatkan beasiswa disini di Belanda sama sepertiku. Dia tertarik saat melihat gambar-gambar yang aku buat. Kebetulan ayahnya adalah guru besar di universitas itu. Dan sekarang dia pun akan melanjutkan studi di universitas yang sama sepertiku hanya saja mengambil jurusan hukum.
Aku tahu, dan kami saling yakin. Benih-benih cinta itu tumbuh antara kami. Kami memutuskan saat pulang ke Indonesia kami akan bertunangan. Dan kami sepakat setelah studi S2 kami selesai kami akan melangsungkan pernikahan.
Siang itu aku sedang merapikan barang-barangku. Aku berencana untuk pulang ke Indonesia tiga hari lagi. Tiba-tiba Kak Fajar datang ke kontrakanku. Dia menawarkan aku untuk bekerja di kantor kedutaan Indonesia.
“ Ayolah, kita bisa mengundur kuliah kita satu tahun lagi. Bayangkan kita bisa punya pengalaman bekerja di kedutaan Indonesia di Belanda.”
“ Aku tahu tapi…”
“ Tapi apa? Percaya deh sama aku. Coba saja.”
“ Aku hanya diam tak menjawab apapun.
“ Diam berarti iya.”ujarnya.
Dengan bekerjanya aku di sini menunda kuliahku dan menunda pertemuanku kembali dengan Aldi. Selama hampir setengah tahun ini aku bekerja. Tapi aku tidak kerasan. Aku merasa ini bukan aku yang sebenarnya.
“ Aku mengundurkan diri saja.”ujarku suatu sore pada Kak Fajar.
“ Apa?”
“ Aku merasa ini bukan aku. Berbulan-bulan aku bertahan tapi hati aku selalu berontak. Kakak mengerti kan? Aku ingin kembali ke Indonesia. Please..”
“ Baiklah… aku akan urus semuanya. Minggu depan kita pulang ke Indonesia.”
“ Kita??”
“ Iya, aku tak mungkin tinggal disini sedangkan kamu di Indonesia. Bukankah kita akan bertunangan dan menikah? Aku tak mungkin mau jauh dari orang yang sangat aku cintai.”
“ Ah… Kakak… kata-kata itu jadi tidak keren lagi bila kakak yang bicara.”
“ Ih kamu tuh nyebelin sini kakak cubit.”
“ Ah, jangan.”
Seminggu telah berlalu tiba saatnya kami pulang ke Indonesia. Setelah pulang Kak Fajar datang ke rumahku bersama orangtuanya untuk melamarku dan keluargaku menerimanya.
Kami berdua pun melanjutkan studi kami. Sebenarnya Kak Fajar beda empat semester denganku, tapi dia bekerja di kedutaan besar Indonesia selama dua tahun. Jadi sekarang kami menjadi satu angkatan. Sambil kuliah kami punya pekerjaan masing-masing. Kak Fajar menjadi dosen di perguruan tinggi itu dan dia pun bekerja di pengadilan tinggi negeri. Dan aku menjadi jurnalis dan aku pun sekarang bekerja di lembaga perfilman serta menjadi penulis skenario di salah satu PH.
Sebelum pergi lagi untuk melanjutkan studi aku pernah mencoba datang ke rumah Aldi. Tapi sayang, sudah tak ada siapa-siapa lagi disana. Banyak tetangga yang bilang kalau mereka telah pindah rumah. Aku pergi dengan rasa kecewa yang tinggi.
Tiga tahun sudah aku lulus dan  menuntut ilmu kembali dengan melanjutkan S3 bidang sastra. Telah bertahun-tahun pula aku tak lagi bertemu Aldi. Dan aku pun telah menikah dengan Kak Fajar.
 Di pagi hari aku mendapatkan telepon dari pimpinan redaksi. Aku harus meliput tentang penjahat sepuluh. Itu adalah sebutan untuk bupati salah satu kabupaten yang korupsi dan tukang kawin. Dia adalah Wandi. Dia telah menikahi 10 orang wanita dan korupsi sebanyak 10 milyar dia juga bekerja sama dengan 10 perusahaan untuk memanipulasi pajak.
Aku segera menjalankan tugasku. Sudah beberapa minggu aku mencari berita itu. Tapi tak ada hasil. Wandi sampai sekarang buron dan entah berada dimana. Yang diketahui hanya keberadaan orangtuanya saja. Saat matahari di atas kepalaku aku mampir dulu ke warteg. Aku bertemu dengan seorang anak pengemis.
“ Mau makan dik?”
Dia mengangguk tanpa bicara.
“ Ayo masuk ke warteg, biar tante traktir kamu.”
Kami berdua memesan makanan. Sepertinya dia sangat kelaparan makannya saja sangat lahap.
“ Tante wartawan ya?”
“ Kok kamu tahu.”
“ Itu ada kartunya.”
“ Oh iya..”
“ Tante, aku ingin si penjahat sepuluh itu bisa tertangkap. Gara-gara dia, ayahku di PHK, aku harus putus sekolah, dan ibu meninggalkan kami semua. Tante harus buat berita yang menyenangkan hati kami.”
Aku tersenyum melihat kepolosannya. Aku pun terinspirasi dari perkataan anak itu.
Sepulangnya di rumah aku segera mengambil laptopku dan mulai mengerjakan sesuatu. Sudah tiga minggu aku mengerjakannya dan akhirnya selesai juga. Sebuah film kartun yang menyindir lambatnya pemerintah mengusuk kasus ini dan bejatnya Wandi.
“ Bagaimana hasilnya?”tanyaku pada suamiku untuk meminta pendapatnya tentang film kartun itu.
“ Kamu menyindir kami? Aku juga orang hukum.”
“ Lagian kamu sama lambatnya juga sih. Aku tak mau tahu semuanya harus selesai.”
“ Tapi sayang kamu sendiri tahukan wandi itu buron?”
“ Oh ya. Kamu tahukan rumah  orangtuanya?”
“ Kenapa memangnya?”
“ Aku ingin menyusuri kasus ini.”
“ Sayang, kamu jangan macam-macam.”
“ Sayang kamu lupa ya. Aku ini seorang jurnalis.”
“ Kamu itu betul-betul keras kepala. Gara-gara jadi jurnalis kita harus menunda bulan madu kita.”
“ Aku janji, setelah kasus ini selesai aku akan cuti.”
“ Janji?? Nih nomornya. Aku harap kasusnya cepat selesai.”
“ Ih, ganjen…!!”
Keesokan harinya aku pergi ke rumah orangtua wandi. Awalnya aku tak bisa bertemu mereka, tapi aku mengenal seseorang, aku mengenal salah satu istrinya. Dia adalah Neli. Saat aku masuk ke dalam rumahnya aku dikejutkan pula oleh sosok orangtua Wandi. Mereka adalah sosok yang aku kenal. Aku terpukul. Aku sedih…
“ Aku tak percaya ini.”tangisku.
“ Dilla, aku juga tak tahu kenapa ini semua terjadi. Kenapa dia berubah.”ujar Nelli.
“ Ternyata selama ini orang yang aku benci adalah sahabatku sendiri. Kenapa Wandi itu adalah Aldi?”
Neli adalah pacar Aldi sewaktu SMA. Dan dia sekarang menjadi istri pertamanya. Dulu, setelah Aldi lulus dia bekerja di sebuah kantor pemerintah, ia pun berkarir di dunia politik. Setelah dia memiliki jabatan tinggi seperti sekarang dia menjadi seseorang yang gila harta dan juga gila wanita. Padahal, itu bukanlah Aldi yang selama ini aku kenal. Aku yakin, itu bukan dia, tapi tak ada yang bisa membantahnya kalau Aldi itu sekarang adalah Wandi.
Aku pulang dengan ke hampaan. Sepanjang jalan aku menangis. Kenapa, kenapa?
“ Sayang, kamu kenapa?”Tanya suamiku saat aku pulang dari rumah Aldi.
Aku terdiam dan terus menangis.
“ Kamu kenapa? Ceritakan padaku. Aku ini suamimu.”
Aku terus menangis dan memeluknya. Aku tak berani mengatakannya. Aku terus menyimpan rahasia ini.
“ Oh ya, kamu jangan menangis, aku membawa kabar gembira untukmu. Filmmu akan ditayangkan dua minggu lagi. Aku sudah menandatangani kontraknya.”
“ Mas, batalkan kontraknya.”
“ Lho, kenapa? Tidak bisa begitu dong.”
“ Aku mohon. Kamu itu mengerti hukum. Kamu pasti bisa mengatasinya.”
“ Kita bisa rugi besar. Kita pasti harus membayar banyak uang. Ada apa ini? Bukannya kamu begitu semangat untuk menayangkan film ini?”
“ Sekarang tidak lagi.”
Suamiku terus memaksaku menceritakannya. Aku memang tak pernah bisa berbohong pada suamiku. Dia itu begitu pintar dalam masalah membuka kebohongan orang lain. Aku menceritakan semuanya tentang Wandi yang sekarang menjadi buronan.
Keesokan harinya saat suamiku sedang di kantor dia menelponku. Dia mengatakan bahwa Wandi telah tertangkap, aku pun segera datang ke kantor polisi untuk menemuinya. Saat itu kabar tertangkapnya Wandi belum disebarluaskan karena perintah suamiku.
Aku meneteskan airmata saat melihatnya terkurung dibalik jeruji besi. Aku mendekatinya dengan langkah yang getir.
“ Apakah kau mengingatku?”ucapku getir.
Dia terkejut melihat kedatanganku yang sangat tiba-tiba.
“ Kau tampak begitu kacau hari ini. Apa kau sudah makan Al?”
“ Dilla… apa itu benar kau?”
“ Aku bawakan kamu sayur lodeh di tambah sambal terasi dan jengkol, kamu masih suka kan?”ujarku sambil menangis.
Dia hanya tertunduk. Aku membuka jeruji besi itu dan masuk.
‘ plak’ tamparan yang keras mendarat di pipinya. Tapi dia tak mau berontak dia hanya bisa tertunduk.
“ Kau masih sama seperti dulu. Sikapmu tak berubah, hanya kau sekarang lebih cantik. Jadi Pak Fajar itu suamimu. Kau memang hebat, bisa mendapatkan suami yang hebat pula.”ujarnya
“ Kau juga masih sama seperti dulu. Kau selalu memujiku dan tak pernah marah padaku. Hanya satu yang tak ku mengerti kenapa kau menjadi kejam seperti ini. Ini bukan Aldi yang ku kenal. Atau memang ini sifat aslimu?”
“ Aku melakukan ini untukmu.”
Dia menceritakan semuanya. Setelah dia lulus S1 dia menunggu ku selama berminggu-minggu di bandara, dia pun berkunjung ke rumahku tapi aku tak ada dan orangtuaku pun tak tahu kabarku. Ada yang bilang kalau aku telah mati karena kecelakaan pesawat. Padahal aku masih hidup sampai sekarang. Dia prustasi dan dia pindah ke luar kota. Setiap dia melihat ada seorang gadis yang mirip denganku dia selalu memaksa untuk menikah karena dia sangat merindukan aku. Tapi dia malah menjadi semakin gila. Dia pun menjadi koruptor.
“ Itu bukan alasan, Al.”
“ Aku tahu kau pasti tak akan percaya.”
“ Al, kenapa semua ini terjadi? Aku merasa semua ini hanya mimpi. Aku ingin bangun dari mimpiku. Sahabat yang selama ini aku banggakan sekarang malah…”
“ mengecewakanmu..? aku tahu kau pasti kecewa. Tapi aku pun kecewa. Kenapa kau tak pernah mengerti perasaanku? Aku menunggumu terus, siang dan malam. Aku frustasi mendengar kabar kau meninggal.”
“ Tapi, apa dengan kelakuanmu seperti ini kau mengobati kekecewaanmu? Banyak orang yang tersakiti. Istri-istrimu, para buruh, dan bahkan aku. Kenapa pikiranmu seperti anak kecil??”
“ Aku melakukan ini karena aku mencintaimu.”
“ Apa?”
“ Dari dulu kau tak pernah mengerti aku. Kau hanya menuruti logikamu. Tapi, apa kau pernah melihat aku dengan hatimu? Apa kau tidak melihat betapa aku mencintaimu dari dulu?”
“ Bukan dengan cara ini kau mencintaiku. Kau begitu bodoh…”ujarku sambil pergi keluar.
“ Aku memang bodoh.. tapi ini pun karenamu. Dan aku tak menyesal mengenalmu.”ujarnya.
Seminggu kemudian akan digelar sidang Aldi. Beberapa minggu ia disidang dan akhirnya pengadilan memutuskan dia dipenjara selama 15 tahun.
“ Dilla, aku mohon, maafkan aku. Aku akan selalu mengingat semuanya. Sampai jumpa lima belas tahun lagi. Nanti, kamu pasti sudah punya anak. Nanti, kamu jangan melarang aku untuk bertemu dengan anakmu. Tapi, saat itu usiaku pasti sudah lima puluh tahun. Sedih rasanya menghabiskan waktu begitu lama.”
“ Pergilah… aku akan menunggumu untuk datang kembali menemuiku. Bagaimanapun kau, kau tetap sahabatku. Dan aku takkan pernah melupakannya.”
Aku pun mengubah jalan cerita film kartunku. Aku ubah ceritanya. Tentang persahabatan kami..yang abadi sampai kapanpun. Dan sekarang, waktuku untuk menunggu dan menunggu kembalinya sahabatku. 

No comments:

Post a Comment

Ads Inside Post