Terlahir Cantik

All The Best People are Crazy!!

Sunday 30 September 2012

Renungan Buat Yang Pacaran!!

TERLAHIR CANTIK - Renungan Buat Yang Pacaran!!

Ngopas dari sebelah coba jadikan renungan!!

Tiap kali jadian sama cewe, APA HARUS SANG CEWE KEHILANGAN KEPERAWANAN?

Minimal grepe/cipok?
Apa itu yang namanya gaul? Apa itu kewajiban pacaran? Apakah Kita menganggap kita berhak atasbadan cewe hanya untuk memuaskan keinginan tanpa menghormati sang cewe? Tanpa mikir dosa? Tanpa mikir itu anak siapa? Tanpa mikir karma & kualat? Tanpa mikir perasaan doi& orang tuanya gim
ana?
Dengan alibi2 busuk & gombal berikut pria membohongi wanita:
-Kamu sayang ama aku atau nggak? Kalau sayang mana buktinya?
-Aku pengen berhubungan lebih dalam & intim dengan kamu.
-Semua cewe selalu gitu-gituan kok sama cowonya, kecuali km.
-Yah, kalo gitu kamu ga sayang ama aku donk?
-Dan sebagainya.
Setelah puas mendapatkan apa yang kita inginkan lalu kita lecehkan doi seperti sampah?
Ini sekedar percakapan yang ane buat:
B: Habis ngapain?
A: Woh, manteb. Cewe gw dah gwembat.
B: Emang tadi cewe lo diapain aja?
A: (Diceritain semuanya)
Dengan puas & bangganya menceritakan kejadian menyakitkan dari cewenya, dan dia ga mau tau kalo cewenya malu & sakit. Dikiranya itu adalah hal yang “FUN”.
BAYANGIN KALO TEMAN DARI IBU ATAU SODARA CEWE agan YANG BERKATA & MEMPERLAKUKAN IBU/SODARA CEWE AGAN SEPERTI ITU. MALU GA? SAKIT GA? TERIMA GA?
Satu lagi yang bodoh.
Kalo ada cowo yang ketahuan ML ama cewenya, trus dimarahin amakakak/keluarga cewe itu, kenapa cowo bodoh selalu bilang “Mereka ga berhak ikut2 campur masalah gw.”
LOH? Lo pikir lo itu siapa? Lo itu Cuma cowonya, bukan suaminya.
Sedangkan mereka itu keluarganya, jadi yang ga berhak sebenernya siapa?
Tau perasaan cewe yang dilecehkan?
Nih ane gambarkan.
Bayangkan saja waktu agan kecil. SD, SMP, atau kapan lah.
Trus agan digebukin/ dipalakin/ ditindas sama orang yang agan takuti & lebih kuat dari agan, dan agan diam saja karena takut melawan.
Bagaimana? Sakit hati kan rasanya? Tapi apa yang agan lakukan? Hanya memendam amarah saja karena tidak ada yang bisa dilakukan, betul?
Itulah perasaan wanita yang disakiti. Marah, jengkel, dendam, tapi tidak bisa berbuat apa2.
Apakah kita ga bisa mikir sejauh itu karena keterbatasan cara pikir otak?
Buat agan yang merasa cowo
Akankah kita terus2an melecehkan wanita & menganggap mereka murah & sepele?
Ini saran dari gw. Yang namanya ML bagi orang normal pasti ada 2pihak: Cewe & Cowo.
Kenapa agan ML? Karena nafsu.
Apakah agan jadian hanya untuk ML atau minimal cipokan? Jadi kalau nafsu ada pelampiasanya?
Dan setelah puas, mencampakan mereka seperti tidak berharga & sepele, lalu menceritakanya pada teman2 agan seakan itu keren?
Saya tidak menyalahkan nafsu agan, tapi yang saya maksud jangan lah kita bertepuk sebelah tangan.
Jangan hanya cowo yang merasa enak tapi cewenya merasa rugi.
Ayolah, kalau kita sedang nafsu, jangan kita kotori & menipu wanita yang masih bersih & tidak bersalah.
Kalau masih bisa ditahan, tahan aja.
Atau lampiaskan dengan cara cokil sendiri.
Kalau sudah benar2 sudah sepertihewan, anda lampiaskan saja ke PSK.
Dari pada harus berlagak gombal menipu cinta hanya untuk mendapatkan sex gratis.
Sadar gan, cewe kita juga punya banyak hal yang kita ga berhak.
Buat yang merasa cewe.
Ane ada sedikit tips tentang Before You Having Sex:)
ALASAN WANITA mau ML & memberikan harga dirinya kepada pacarnya dengan alasan: membuktikan rasa sayang, cinta, hubungan lebih intim, dan menghormati cowonya.
Sedangkan apa alasan untuk pria bila mereka ML dengan cewenya?Karena dia sayang samalo? Cinta? Intim?
OMONG KOSONG!!
Cowo itu menganggap wanita gampang dibohongi.
Jadi silahkan pikir sendiri timbal baliknya, agan wati untung atau rugi?
Jangan jadi cewe bodoh, gampangan, & murahan hanya karena alasan cinta, pergaulan, modern, atau pacar.
Tapi pikirkanlah jauh2 masa depan tentang diri anda, karena penyesalan selalu datang terlambat.
Kalau terlanjur sakit hati
Sering kali cowo bodoh menilai cewe masih suci atau tidak adalah dari keperawananya.
Bahkan ada hewan yang sering berkata "Itu cewe udah ga perawan"
Jelas itu orang bodoh.
Dan hanya orang bodoh yang mendengarkan perkataan orang bodoh.
Tuhan tidak menilai wanita dari perawan atau tidaknya, tetapi bagaimana cara mempertahankan & tobatnya.
Tuhan mengerti perasaan anda yang sakit hati karena mungkin telah dibohongi, dan jalan bertobat selalu ada & terbuka.
Jadi sebenarnya makhluk jenis manusia terutama yang bermentalhewan tidak berhak menilai suci atau tidaknya seorang wanita meskipun sudah tidak perawan.
Biarlah kita hina di mata manusia, tapi semoga kita mulia di mata Tuhan
Orang yang bertobat akan diangkat derajat & harga dirinya....

Friday 28 September 2012

Apa yah

Hhaa... ini entah apa, tapi cuma mau share beberapa hasilku, yang di pesan orang :D



Ini sih kartu ucapan thanks waktu sodara temennya aku ultah...


Ini pamflet buat cafe delarisa, pas waktu ada acara festival dan parade band :D


catalog buat temen aku



Paturay Tineung SMP




Ini juga buat SMP


Hobby sih, tapi yah kalau ada perkembangan bagus juga sihh :D









Puisi Inilah Aku


Karya : Diny Syarifah Sany

Ajarilah aku di pangkuan-Mu
Tatalah aku di jalan-Mu
Meski ku tahu, inilah aku!

Berilah aku senyum-Mu
Fitrahkan aku cinta-Mu
Meski ku tahu, inilah aku!

Inilah aku,
Yang termenung dalam kegelapan
Inilah aku,
Yang terpaku dalam lesungku
Inilah aku,
Yang tersenyum dalam dukaku
Inilah aku,
Seorang pemudi yang mencari cinta-Mu

Catatan tentang Bintang


(Oleh : Diny Syarifah Sany)

Benda di langit yang terlihat kecil itu memancarkan cahayanya sendiri. Benda itu sangat indah meskipun langit tampak gelap. Bagiku itu merupakan ciptaan Tuhan yang luarbiasa. Tapi, aku tak tahu pasti mengapa Tuhan menciptakan benda yang dapat memancarkan cahaya dengan luarbiasa indahnya. Kadang jika aku melihat bintang rasanya tenang, damai, dan selalu tersenyum. Aku yakin Tuhan memiliki maksud tersendiri menciptakan benda langit itu. Ya, itu pasti.
Beberapa bintang terlihat terang di langit, tapi bagiku bintang yang paling terang adalah diri kita yang menjadi kita apa adanya karena menjadi kita yang apa adanya adalah salah satu hal sulit di dunia ini. Kita harus melewati pergulatan batin yang panjang, hingga kita dapat menentukan arah kita dan menemukan siapakah kita sebenarnya.
Beberapa orang tak menyadari bahwa di dalam diri mereka terdapat bintang yang terang. Mungkin karena bintang itu tersembunyi jauh di dalam hingga mereka mengabaikannya. Salahnya, kebanyakan dari mereka malah mengikuti bintang di televisi, seolah-olah mereka ingin menjadi diri mereka. Padahal para selebriti itu bukanlah bintang yang memancarkan sinarnya, hidup mereka dipenuhi kepalsuan. Memancarkan sinarnya di depan layar tapi saat duduk sendiri mereka menangis. Apakah itu yang dapat kita sebut bintang? Apakah seperti itu bintang yang ingin kita raih? Mereka seperti bulan, meminjam cahaya dari matahari dan bukan memancarkan cahayanya sendiri.
Bintang terang ada dalam diri setiap manusia. Hanya saja tak semua orang dapat menyadarinya. Kita harus meyakini bintang itu ada dalam diri kita, dan kita diciptakan dengan bintang yang luar biasa. Kita harus tunjukan betapa indahnya bintang dalam diri kita agar bintang itu tak padam dengan sia-sia.
Mungkin inilah salah satu alasan mengapa bintang diciptakan. Mungkin Tuhan ingin agar kita dapat mengambil pelajaran dari bintang itu. Kita harus seperti bintang yang dapat memancarkan cahayanya sendiri agar dapat dilihat dunia tanpa harus mengambil cahaya yang lain karena kita akan terlihat indah meskipun berada disekeliling bintang yang lain, meskipun kita berada di langit gelap tapi kita tetap terang, kita tetap berbeda karena kita menjalani hidup apa adanya dengan cara kita sendiri tanpa mengikuti siapapun tanpa ingin menjadi siapapun kecuali menjadi kita sendiri. Ya, jadilah bintang kehidupan!

Carpon Sajak Keur Bapa


Kengeng : Diny Sy.S

               Poe harita panasna meuni ngabentrang. Panon poe asa aya diluhureun sirah kuring. Kesang ngucur ngajibrugan awak sanajan bieu karek kaluar ti jamban. Kuring leumpang babarengan jeung babaturan kuring, Neli jeung Sarah rek baralik. Kuring teh sakola di salah sahiji SMA di Cianjur kelas 3.
            ” Eva, saurna ceunah Kang Agus bogoheun ka Sarah. Leres teu eta teh?” saur Neli ka kuring bari noelan Sarah.
            ” Ih, henteu ih. Naon ah Neli mah sok kitu. Geuleuh da.”saur Sarah.
            ” Geuleuh nyah? Naha raray Sarah janten beureum?”saur kuring bari terus ngoconan Sarah.
            Geus kitu kuring nyampeurkeun lalaki nu geus nungguan kuring tatadi.
            ” Eh, Kang Budi.”saur kuring.
            ” Saha eta, Eva?”saur Neli.
            ” Ah, Neli tong sok cumentil. Ari tos gaduh kabogoh mah tong sok hoyong nyareuh.”saur Sarah.
            Kuring buru-buru naek motor dibonceng ku kang Budi.
            ” Puntennya, bade uih tipayun.”
            Geus kitu, kuring ninggali katukang. Neli bangunna bogoh ka kang Budi. Pantes loba nu bogoheun ge, da si akang mah keur mah kasep bageur deuih. Tapi ah, alim teuing lamun kuring kudu masihkeun kang Budi ka Neli. Kang Budi teh kapi lanceuk kuring. Ti leuleutik kuring cicing di uwa, bapana kang Budi. Pun ibu teh tos pupus ti kuring nuju alit, ari bapa mah saur na teh pupus tabrakan pas bapa bade damel ka Tasik. Nepika ayeuna ge kuring can pernah apal raray bapa atanapi ibu. Ngan da kulawargi Uwa Jaka ge bageur ka kuring jiga ka anakna sorangan.
            ” Eva, gugah enggal. Tos dugi yeuh. Eva...” saur kang Budi.
            ” Eh, naha, teu karaos nya kang”saur kuring bari asup ka imah.
            ” Assalamu’alaikum.” saur kuring bari nyalaman si uwa.
            ” Wa’alaikumsalam.”saur si uwa Siti.
            Kuring buru-buru asup ka jero kamar. Geus kitu ngagentos acuk. Kuring ngagubragkeun awak kana kasur. Asa ngeunaheun tadi teh kulem. Aya niat bade diteraskeun yeuh bobona. Karek mah sakerejep aya nu nelepon.
            ” Assalamu’alaikum, Eva urang ameng yuk? Engkin sonten urang ameng ka pasar malem, bari urang balanja. Sarah ge bade ngiring da.”saur Neli.
            ” Nya muhun, mangga.”saur kuring bari nutup telepon.
            Ah aya-aya wae. Wioslah sakalian refreshing bade ujian. Geus kitu kuring ibak jeung pamit ka si uwa. Geuwat kuring ka pasar malem. Katinggal ti kajauhan Neli jeung Sarah keur naragog nungguan kuring.
            ” Emh, kamana wae atuh ceu?”saur Neli.
            Kuring ukur seuri. Geus kitu kuring, Neli jeung Sarah ninggalian baju, sapatu, atawa alat make-up di jongko-jongko nu aya di pasar malem. Teu karaos tos magrib deui, urang tiluan langsung solat di musola. Geus kitu samemeh uih urang tiluan nyimpang heula di salon.
            ” Tah, ayeuna urang ngaraosan heula di creambath. Ngarah mantap.”
            Ari pas kitu anu ngrimbath na teh geuningan bencong. Kuring saleuseurian jeung barudak. Keur di creambath teh aya hiji bencong ninggalikeun kuring wae. Kuring risih tapi da asa-asa ka manehna teh. Tapi sahanya?? Nepi ka beres ge eta bencong terus nempo ka kuring. Asa sararieun.
            Naha sapeupeuting kuring teu bisa sare inget keneh ka jelema eta.
            ” Gusti... kunaon ieu teh? Saha atuh lalaki etateh? Naha kokolebatan wae?”
            Kuring teu bisa sare, tapi geuningan teu karasa kuring kasarean. Kuring hudang pas jam 5 subuh ku kang Budi nu ngagugahkeun.
            ” Kulan kang?”
            ” Ih ieu mah parawan teh kebluk. Isin atuh ku hayam.”
            ” Atuh kang pan ieu teh dinten minggu, sareng kuring teh nuju aya halangan.”
            ” Euh, pantes we ieu mah. Oh nya Eva, si uwa tadi angkat ka Bogor, janten engkin siang Eva sareng kang Budi ngaberesan buminya.”
            ” Muhun kang. Mangga, ayeuna kuring hoyong kulem deui. He...”
            ” Amit parawan teh kebluk.”
            Sorot panon poe asup ka kamar tina engang jandela. Kuring hudang bari lulungu keneh. Ka kuping sora katel nu keur ngagoreng. Kuring ninggal kana jam. Euleuh jam 7 geuningan.
            ” Wilujeng enjing kang. Aduh, nuju masak yeuh.”
            ” Wilujeng enjing, nya da parawanna teu gugah-gugah wae. Suganteh pupus.”
            ” Ikh, geuleuh. Meunikat kitu.”
            Kang budi nyampeurkeun kuring nu diuk dina meja makan. Kang Budi nyodorkeun piring ka kuring.
            ” Tah urang sasarap heula.”
            ” Emh... enak oge. Kang Budi teh geuningan pinter masak. Suganteh teu tiasa.”
            ” Ih, pan ari ngakost mah kedah sagala tiasa.”
            ” Oh, cape meureunan nya kang kuliah di Bandung teh, tebih ti si uwa.”
            ” Ah, ari tos biasa mah teu janten masalah. Eva, akang engkin bade reunian sareng rerencangan nuju SMA janten, engkin Eva anu beberes nya. Da bageur.”
            ” Oh, nya muhun kang. Siip pokona mah.”
            Geus kitu kuring mandi. Kang budi pamit ka kuring.
            ” Kade nya di bumina. Ati-ati.”
            ” Siip...”
            Kuring langsung beberes. Mulai ti kamar kuring, kamar kang Budi, dapur, tengah imah, ruang tamu, jeung kamar si uwa. Kuring ngaberesan buku anu aya di kamar si uwa. Teu kahaja murag hiji buku. Album poto. Kuring teh panasaran. Pas dibuka aya poto awewe jeung lalaki nu keur nikah.
            ” Saha nya ieu teh?”saur kuring.
            Kuring nilikan ieu poto. Nempo deui poto nu lian.
            ” Naha, lalaki jeung awewe tadi teh di poto jeung kuring?”
Pas nempo katukangna aya tulisan Dedi, Ati jeung Eva.
            ” Ieu teh pan ngaran indung bapa kuring...”
            Kuring ngjenghok nempo eta lalaki jeung awewe nu puguhan mah eta teh bapa jeung indung kuring. Karek ayeuna kuring apal eta raray  indung jeung bapa. Kuring buru-buru mesakkan eta poto.
            Poe isukna kuring ka sakola. Di kelas ayeuna keur pelajaran basa sunda.
            ” Barudak, engke di bumi ngadamel sajak tah temana urang tangtukeun. Ti absen Abdul nepika Harun ngenaan kolot urang, ti absen Hindun nepika Nuriah ngeunaan alam, ti Oki nepika Zenal ngeunaan bencana.” saur Bu Rita.
            Deg hate kuring. Kuring kudu nulis sajak ngeunaan bapa. Tapi, kuring ge can pernah paamprok jeung manehna, ninggali rarayna ge nembe kamari. Kuring mulang ka imah. Langsung kuring asup ka jero kamar. Kuring ngajaran nulis tapi teu bisa wae. Kuring ngorejat hudang pas kang Budi ngetrokan panto kamar. Kuring buru-buru kaluar manggihan kang Budi.
            ” Aya naon kang?”
            ” Eva, ari salon nu sae dimana nya?”
            ” Aya di caket pasar malem. Bade dianteur?”
            ” Muhun engkin sore nya. Sok atuh mangga lajeungkeun damelna.”saur kang Budi bari ngaleos tapi kuring kaburu nyekelan leungeunna.
            ” Kang...”
            ” Kulan?” saur kang Budi bari panasaran.
            Kuring ngabetot kang Budi ka kamar. Kuring muka buku catetan jeung ninggalikeun poto nu kamari kuring panggihan ti kamarna si uwa.
            ” Akang, Eva hoyong naros. Akang teh tujuh taun langkung ageung ti Eva. Eva hoyong naros. Ieu teh saha kang?”
            Kang Budi ukur tungkul. Kuring nungguan jawaban kang Budi sababaraha menit.
            ” Kang, naha teu nyarios?”
            ” Ieu teh poto indung jeung bapa Eva.”
            ” Naha atuh salami ieu uwa jeung akang teu nyarios-nyarios jiga nu nutupan?”
            ” Da kanggo naon atuh Eva dicarioskeun oge da tos benten alam. Ayeunamah Eva diajar sing leres ngarah indung bapa Eva bangga gaduh putra jiga Eva.” saur kang Budi bari ngaleos.
            Pas sonten kuring nganteur kang Budi ka salon nu kamari.
            ” Kang, Eva bade ka jamban heulanya.”
            Geus beres kuring diuk dina korsi hareupeun wc bari nyirop. Teu kungsi lila kuring nempoan poto indung bapa kuring. Nalangsa hate teh. kuring ninggali ka kenca jeung katuhu.
            ” Hah?”
            Kuring reuwas nempo lalaki gemulai kamari jiga bapa.
            ” Naha... jiga geuningan. Pantesan kuring teh asa-asa kana lalaki na poto teh.”
            Kuring disampeurkeun eta lalaki.
            ” Nyalira wae neng.”
            ” Muhun kang.”
            ” Wios atuh ku akang di baturan”saur manehna bari logat bencong.”
            Kuring ngawangkong loba jeung manehna. Kuring karek apal lamun manehanana teh ditinggalkeun ku pamajikanna keur manehna bangkrut. Manehna teh trauma ka awewe jadi weh manehna ayeuna kitu. Ceuk manehna kuring teh mirip pamajikanna.
            ” Oh enya kang titadi teu acan kenalan.”
            ” Wasta abdi Dea. Tapi aslina mah Dedi.”
            Kuring ngajenghok apal ngaranna. Piraku eta bapa kuring??? Ceunah mah bapa kuring teh geus maot? Tapi ngaranna jeung rupana sarua. Kuring teu sanggup nyebutkeun ngaran kuring. Kuring lumpat nyampeurkeun kang Budi. Kuring ge di udag ku eta lalaki. Eta lalaki teh paamprok jeung kang Budi. Kang Budi jiga nu reuwas jeung langsung ngajak kuring balik.
            ” Kang naha eta lalaki jiga pisan bapa? Sanes bapa kuring teh tos pupus?”
            Saban poe kuring nanya kitu ka kang Budi. Saban kuring nanya kang Budi teu ngajawab. Poe harita aya tamu ka imah. Tapi kuring teu apal eta saha da puguhan mah kuring teu meunang kaluar. Teuing pedah naon kuring make ulah kaluar. Kuring noong tina panto. Katinggal lalaki nu di salon tea keur ngobrol jeung si uwa. Puguh ge kuring panasaran, kuring kaluar ti kamar.
            ” Eva, budak kuring...”ceuk eta lalaki.
            Kuring culang-cileung. Si uwa parasea jeung eta lalaki. Kuring ukur bisa cicing. Kuring teu ngarti perkara ieu. Lalaki eta teh di usir ku si uwa. Kuring nempo tina panonna ngucur cimata. Geus kitu kuring teh apal lalaki gemulai eta teh geuningan bapa kuring. Indung kuring teh ninggalkeun bapa da bapa kuring teh bangkrut ku kalakuanna nu sok judi jeung selingkuh jeung lalaki deui. Bapa teh kantos menta hampura ka indung kuring, tapi indung kuring kaburu di panggil kunu Mahakawasa.
            ” Bapa...”kuring ceurik jeung lumpat kaluar nyusul bapa tapi teu kapanggih eta bapa teh.
            ” Gusti... kuring nyunkeun ka Anjeun nu Mahawelas. Kuring hoyong papendak deui jeung bapa...” saur kuring dina du’a kuring.
            Isukanna geus balik sakola kuring langsung ka salon deui hayang papanggih jeung bapa. Tapi.... nyeuri hate kuring... bapa teh tos ngantunkeun wengi. Ceunahmah bapa teh tos lami katarajang panyakit AIDS da bonganna sok gunta-genti pasangan. Kuring ceurik di makamna bapa. Bapa...
            ” Bapa... Bapa... naha bapa ninggalkeun Eva? Eva teh nembe papendak sareng bapa. Tapi naha urang kedah paturay deui. Bapa...Eva doakeun bapa tiasa papendak sareng mamah di surga. Mamah pasti ngahampura kalepatan bapa. Bapa....”
            Lir ibarat guludug nu ngabentar. Nyeuri hate kuring ngupingna ge. Deudeuh bapa... naha kaayaanna kieu? Naha? Bapa, tong melang pak...didieu aya kuring nu welas ka bapa. Nepi ka iraha ge sanajan batur teu resep ka bapa tapi kuring tetep asih ka bapa.
            Kuring tampil macakeun tugas sajak sunda. Teu karasa cai panon murag kana pipi. Kuring inget ka bapa nu nembe di tepangan. Eleuh bapa...
Deudeuh bapa...
Manuk dadali keur nyaranyi
Tapi naha kuring teu ngadenge
Deudeuh bapa...
Panon poe na luhureun sirah
Tapi naha kuring katirisan
Deudeuh bapa...
Paturay ieu lagu paturay
Diiringan ku sora biola
Deudeuh bapa...
Hariwang leang-leang
Inget welas kuring ka bapa

Cerpen By The Moon


Karya : Diny Syarifah Sany

“ By the moon in the sky.. I never forget that stories of. I hope there will always time together.”
Airmata itu jatuh ketika tangan ini harus memandang seseorang yang telah menjadi bagian dari kisah hidupku. Dan airmata itu terkadang aku teteskan lagi ketika aku mengingatnya. Aldi… dialah sahabatku saat aku duduk di SMA dan saat kami sama-sama menjadi mahasiswa suatu universitas negeri. Dan saat semester empat, aku mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Tepatnya di Belanda.
 “ Kita punya kesempatan lagi untuk bertemu kan??”ujarnya lirih.
“ Apa kau ragu? Live is miracle.”
“ Aku pasti menunggumu kawan. Aku tunggu kamu dua tahun lagi ya…”
Itulah kata-kata terakhir darinya. Dia menungguku. Mungkin kini diapun masih menungguku. Beberapa bulan lagi aku akan pulang ke Indonesia. Aku akan menyelesaikan kuliah S1 ku. Ku ambil laptopku dan aku mencoba mengirimkan pesan padanya.
“ What are you doing?? I lonely so much. Kamu masih nunggu aku kan??? Aku selalu menanti hari bertemu kita. Oh, ya…kalau kita ketemu aku mau ngajak kamu makan bakso. Disini susah banget nemuin bakso. Hehehe… see you.”
Aku teguk teh hangatku.
“ Selalu begini.”gumamku sambil memandang laptopku.
Sudah sering aku mengirimkan pesan kepadanya. Tapi, pesan itu tidak terkirim. Entah kenapa.
“ Aku tetap akan mencarimu kawan…”ujarku mantap.
Beberapa bulan telah berlalu. Dan kini tepat saatnya untuk aku pulang kembali ke Indonesia. Aku berencana untuk melanjutkan kuliahku di sebuah universitas negeri di Indonesia jurusan seni desaign animasi karena kebetulan ada yang menawarkan aku beasiswa. Dia Kak Fajar, dia pun mendapatkan beasiswa disini di Belanda sama sepertiku. Dia tertarik saat melihat gambar-gambar yang aku buat. Kebetulan ayahnya adalah guru besar di universitas itu. Dan sekarang dia pun akan melanjutkan studi di universitas yang sama sepertiku hanya saja mengambil jurusan hukum.
Aku tahu, dan kami saling yakin. Benih-benih cinta itu tumbuh antara kami. Kami memutuskan saat pulang ke Indonesia kami akan bertunangan. Dan kami sepakat setelah studi S2 kami selesai kami akan melangsungkan pernikahan.
Siang itu aku sedang merapikan barang-barangku. Aku berencana untuk pulang ke Indonesia tiga hari lagi. Tiba-tiba Kak Fajar datang ke kontrakanku. Dia menawarkan aku untuk bekerja di kantor kedutaan Indonesia.
“ Ayolah, kita bisa mengundur kuliah kita satu tahun lagi. Bayangkan kita bisa punya pengalaman bekerja di kedutaan Indonesia di Belanda.”
“ Aku tahu tapi…”
“ Tapi apa? Percaya deh sama aku. Coba saja.”
“ Aku hanya diam tak menjawab apapun.
“ Diam berarti iya.”ujarnya.
Dengan bekerjanya aku di sini menunda kuliahku dan menunda pertemuanku kembali dengan Aldi. Selama hampir setengah tahun ini aku bekerja. Tapi aku tidak kerasan. Aku merasa ini bukan aku yang sebenarnya.
“ Aku mengundurkan diri saja.”ujarku suatu sore pada Kak Fajar.
“ Apa?”
“ Aku merasa ini bukan aku. Berbulan-bulan aku bertahan tapi hati aku selalu berontak. Kakak mengerti kan? Aku ingin kembali ke Indonesia. Please..”
“ Baiklah… aku akan urus semuanya. Minggu depan kita pulang ke Indonesia.”
“ Kita??”
“ Iya, aku tak mungkin tinggal disini sedangkan kamu di Indonesia. Bukankah kita akan bertunangan dan menikah? Aku tak mungkin mau jauh dari orang yang sangat aku cintai.”
“ Ah… Kakak… kata-kata itu jadi tidak keren lagi bila kakak yang bicara.”
“ Ih kamu tuh nyebelin sini kakak cubit.”
“ Ah, jangan.”
Seminggu telah berlalu tiba saatnya kami pulang ke Indonesia. Setelah pulang Kak Fajar datang ke rumahku bersama orangtuanya untuk melamarku dan keluargaku menerimanya.
Kami berdua pun melanjutkan studi kami. Sebenarnya Kak Fajar beda empat semester denganku, tapi dia bekerja di kedutaan besar Indonesia selama dua tahun. Jadi sekarang kami menjadi satu angkatan. Sambil kuliah kami punya pekerjaan masing-masing. Kak Fajar menjadi dosen di perguruan tinggi itu dan dia pun bekerja di pengadilan tinggi negeri. Dan aku menjadi jurnalis dan aku pun sekarang bekerja di lembaga perfilman serta menjadi penulis skenario di salah satu PH.
Sebelum pergi lagi untuk melanjutkan studi aku pernah mencoba datang ke rumah Aldi. Tapi sayang, sudah tak ada siapa-siapa lagi disana. Banyak tetangga yang bilang kalau mereka telah pindah rumah. Aku pergi dengan rasa kecewa yang tinggi.
Tiga tahun sudah aku lulus dan  menuntut ilmu kembali dengan melanjutkan S3 bidang sastra. Telah bertahun-tahun pula aku tak lagi bertemu Aldi. Dan aku pun telah menikah dengan Kak Fajar.
 Di pagi hari aku mendapatkan telepon dari pimpinan redaksi. Aku harus meliput tentang penjahat sepuluh. Itu adalah sebutan untuk bupati salah satu kabupaten yang korupsi dan tukang kawin. Dia adalah Wandi. Dia telah menikahi 10 orang wanita dan korupsi sebanyak 10 milyar dia juga bekerja sama dengan 10 perusahaan untuk memanipulasi pajak.
Aku segera menjalankan tugasku. Sudah beberapa minggu aku mencari berita itu. Tapi tak ada hasil. Wandi sampai sekarang buron dan entah berada dimana. Yang diketahui hanya keberadaan orangtuanya saja. Saat matahari di atas kepalaku aku mampir dulu ke warteg. Aku bertemu dengan seorang anak pengemis.
“ Mau makan dik?”
Dia mengangguk tanpa bicara.
“ Ayo masuk ke warteg, biar tante traktir kamu.”
Kami berdua memesan makanan. Sepertinya dia sangat kelaparan makannya saja sangat lahap.
“ Tante wartawan ya?”
“ Kok kamu tahu.”
“ Itu ada kartunya.”
“ Oh iya..”
“ Tante, aku ingin si penjahat sepuluh itu bisa tertangkap. Gara-gara dia, ayahku di PHK, aku harus putus sekolah, dan ibu meninggalkan kami semua. Tante harus buat berita yang menyenangkan hati kami.”
Aku tersenyum melihat kepolosannya. Aku pun terinspirasi dari perkataan anak itu.
Sepulangnya di rumah aku segera mengambil laptopku dan mulai mengerjakan sesuatu. Sudah tiga minggu aku mengerjakannya dan akhirnya selesai juga. Sebuah film kartun yang menyindir lambatnya pemerintah mengusuk kasus ini dan bejatnya Wandi.
“ Bagaimana hasilnya?”tanyaku pada suamiku untuk meminta pendapatnya tentang film kartun itu.
“ Kamu menyindir kami? Aku juga orang hukum.”
“ Lagian kamu sama lambatnya juga sih. Aku tak mau tahu semuanya harus selesai.”
“ Tapi sayang kamu sendiri tahukan wandi itu buron?”
“ Oh ya. Kamu tahukan rumah  orangtuanya?”
“ Kenapa memangnya?”
“ Aku ingin menyusuri kasus ini.”
“ Sayang, kamu jangan macam-macam.”
“ Sayang kamu lupa ya. Aku ini seorang jurnalis.”
“ Kamu itu betul-betul keras kepala. Gara-gara jadi jurnalis kita harus menunda bulan madu kita.”
“ Aku janji, setelah kasus ini selesai aku akan cuti.”
“ Janji?? Nih nomornya. Aku harap kasusnya cepat selesai.”
“ Ih, ganjen…!!”
Keesokan harinya aku pergi ke rumah orangtua wandi. Awalnya aku tak bisa bertemu mereka, tapi aku mengenal seseorang, aku mengenal salah satu istrinya. Dia adalah Neli. Saat aku masuk ke dalam rumahnya aku dikejutkan pula oleh sosok orangtua Wandi. Mereka adalah sosok yang aku kenal. Aku terpukul. Aku sedih…
“ Aku tak percaya ini.”tangisku.
“ Dilla, aku juga tak tahu kenapa ini semua terjadi. Kenapa dia berubah.”ujar Nelli.
“ Ternyata selama ini orang yang aku benci adalah sahabatku sendiri. Kenapa Wandi itu adalah Aldi?”
Neli adalah pacar Aldi sewaktu SMA. Dan dia sekarang menjadi istri pertamanya. Dulu, setelah Aldi lulus dia bekerja di sebuah kantor pemerintah, ia pun berkarir di dunia politik. Setelah dia memiliki jabatan tinggi seperti sekarang dia menjadi seseorang yang gila harta dan juga gila wanita. Padahal, itu bukanlah Aldi yang selama ini aku kenal. Aku yakin, itu bukan dia, tapi tak ada yang bisa membantahnya kalau Aldi itu sekarang adalah Wandi.
Aku pulang dengan ke hampaan. Sepanjang jalan aku menangis. Kenapa, kenapa?
“ Sayang, kamu kenapa?”Tanya suamiku saat aku pulang dari rumah Aldi.
Aku terdiam dan terus menangis.
“ Kamu kenapa? Ceritakan padaku. Aku ini suamimu.”
Aku terus menangis dan memeluknya. Aku tak berani mengatakannya. Aku terus menyimpan rahasia ini.
“ Oh ya, kamu jangan menangis, aku membawa kabar gembira untukmu. Filmmu akan ditayangkan dua minggu lagi. Aku sudah menandatangani kontraknya.”
“ Mas, batalkan kontraknya.”
“ Lho, kenapa? Tidak bisa begitu dong.”
“ Aku mohon. Kamu itu mengerti hukum. Kamu pasti bisa mengatasinya.”
“ Kita bisa rugi besar. Kita pasti harus membayar banyak uang. Ada apa ini? Bukannya kamu begitu semangat untuk menayangkan film ini?”
“ Sekarang tidak lagi.”
Suamiku terus memaksaku menceritakannya. Aku memang tak pernah bisa berbohong pada suamiku. Dia itu begitu pintar dalam masalah membuka kebohongan orang lain. Aku menceritakan semuanya tentang Wandi yang sekarang menjadi buronan.
Keesokan harinya saat suamiku sedang di kantor dia menelponku. Dia mengatakan bahwa Wandi telah tertangkap, aku pun segera datang ke kantor polisi untuk menemuinya. Saat itu kabar tertangkapnya Wandi belum disebarluaskan karena perintah suamiku.
Aku meneteskan airmata saat melihatnya terkurung dibalik jeruji besi. Aku mendekatinya dengan langkah yang getir.
“ Apakah kau mengingatku?”ucapku getir.
Dia terkejut melihat kedatanganku yang sangat tiba-tiba.
“ Kau tampak begitu kacau hari ini. Apa kau sudah makan Al?”
“ Dilla… apa itu benar kau?”
“ Aku bawakan kamu sayur lodeh di tambah sambal terasi dan jengkol, kamu masih suka kan?”ujarku sambil menangis.
Dia hanya tertunduk. Aku membuka jeruji besi itu dan masuk.
‘ plak’ tamparan yang keras mendarat di pipinya. Tapi dia tak mau berontak dia hanya bisa tertunduk.
“ Kau masih sama seperti dulu. Sikapmu tak berubah, hanya kau sekarang lebih cantik. Jadi Pak Fajar itu suamimu. Kau memang hebat, bisa mendapatkan suami yang hebat pula.”ujarnya
“ Kau juga masih sama seperti dulu. Kau selalu memujiku dan tak pernah marah padaku. Hanya satu yang tak ku mengerti kenapa kau menjadi kejam seperti ini. Ini bukan Aldi yang ku kenal. Atau memang ini sifat aslimu?”
“ Aku melakukan ini untukmu.”
Dia menceritakan semuanya. Setelah dia lulus S1 dia menunggu ku selama berminggu-minggu di bandara, dia pun berkunjung ke rumahku tapi aku tak ada dan orangtuaku pun tak tahu kabarku. Ada yang bilang kalau aku telah mati karena kecelakaan pesawat. Padahal aku masih hidup sampai sekarang. Dia prustasi dan dia pindah ke luar kota. Setiap dia melihat ada seorang gadis yang mirip denganku dia selalu memaksa untuk menikah karena dia sangat merindukan aku. Tapi dia malah menjadi semakin gila. Dia pun menjadi koruptor.
“ Itu bukan alasan, Al.”
“ Aku tahu kau pasti tak akan percaya.”
“ Al, kenapa semua ini terjadi? Aku merasa semua ini hanya mimpi. Aku ingin bangun dari mimpiku. Sahabat yang selama ini aku banggakan sekarang malah…”
“ mengecewakanmu..? aku tahu kau pasti kecewa. Tapi aku pun kecewa. Kenapa kau tak pernah mengerti perasaanku? Aku menunggumu terus, siang dan malam. Aku frustasi mendengar kabar kau meninggal.”
“ Tapi, apa dengan kelakuanmu seperti ini kau mengobati kekecewaanmu? Banyak orang yang tersakiti. Istri-istrimu, para buruh, dan bahkan aku. Kenapa pikiranmu seperti anak kecil??”
“ Aku melakukan ini karena aku mencintaimu.”
“ Apa?”
“ Dari dulu kau tak pernah mengerti aku. Kau hanya menuruti logikamu. Tapi, apa kau pernah melihat aku dengan hatimu? Apa kau tidak melihat betapa aku mencintaimu dari dulu?”
“ Bukan dengan cara ini kau mencintaiku. Kau begitu bodoh…”ujarku sambil pergi keluar.
“ Aku memang bodoh.. tapi ini pun karenamu. Dan aku tak menyesal mengenalmu.”ujarnya.
Seminggu kemudian akan digelar sidang Aldi. Beberapa minggu ia disidang dan akhirnya pengadilan memutuskan dia dipenjara selama 15 tahun.
“ Dilla, aku mohon, maafkan aku. Aku akan selalu mengingat semuanya. Sampai jumpa lima belas tahun lagi. Nanti, kamu pasti sudah punya anak. Nanti, kamu jangan melarang aku untuk bertemu dengan anakmu. Tapi, saat itu usiaku pasti sudah lima puluh tahun. Sedih rasanya menghabiskan waktu begitu lama.”
“ Pergilah… aku akan menunggumu untuk datang kembali menemuiku. Bagaimanapun kau, kau tetap sahabatku. Dan aku takkan pernah melupakannya.”
Aku pun mengubah jalan cerita film kartunku. Aku ubah ceritanya. Tentang persahabatan kami..yang abadi sampai kapanpun. Dan sekarang, waktuku untuk menunggu dan menunggu kembalinya sahabatku. 

Carpon Biruna Langit


Kengeng : Diny Syarifah Sany


Clak... clak...clak...
Cai ngeclak tina suhunan.
” Lis... Lis... hayu urang sasarap.”ceuk kuring ngageroan anak kuring.
Lisna datang jeung budak teh geus siap-siap ka sakola.
” Euleuh, meuni geulis budak mamah teh. Hayu urang sasarap, ngarah kiat.”
Geus sasarap kuring jeung Lisna kaluar ti imah indit ka tempat nu di tuju. Lisna teh sakola kelas X SMA. Kaayaan hirup kuring mah saaya-aya. Kuring teh gawe jadi palayan toko manisan. Pas-pasan oge nu penting bisa nyambungkeun hirup. Salaki kuring geus 13 taun teu balik-balik. Ceunah mah si akang teh damel di Batak tapi teu kanyahoan nepi ka ayeuna dimana. Tapi ceunah ceuk babaturanna mah si akang teh tos pupus. Ihlas kuring mah kang. Nepi ka ayeuna oge kuring mah teu kawin deui kusabab kang Marna teh hiji-hijina lalaki nu aya dina hate kuring. Moal aya nu bisa ngagantikeun.
Sabenerna, baheula teh kuring beunghar, sawah dimana-mana, tapi kusabab perusahaan akang bangkrut jeung hutangna loba, kabeh dijualan nepi ka kaayaanna kieu.
Poe harita toko teh tiiseun. Jeung ayeuna teh toko keur di rehab jadi kuring balik rada beurang. Kuring nempo ka langit.
” Kang... biruna langgit eta sabiru sono kuring ka akang. Deudeuh, emut kuring mah kang, akang teh kapunkur ngajakan kuring ka lapang bari ninggali langit. Endah teh kang....”
Bleg...
Teu puguh eta rarasaan, tapi kuring masih ninggali eta langit menikat biru jeung kuring ninggali kumaha eta mobil nabrak kuring jeung ngageleng suku kuring. Lep... lep... naha langit jadi koneng....
Opat poe kuring di rumah sakit. Deudeuh anaking... anting hiji-hijina harta banda nu dipikaboga Lisna kudu di jual gara-gara kuring. Jeung nu kuring dipikasedih, kuring teu bisa leumpang deui.... kumaha atuh keur dahar Lisna? Kumaha sakolana? Kumaha kahirupanna? Kuring terus nanya dina hate bari ceurik terus.
Sabulan leuwih tina kajadian eta, hutang diwarung geus numpuk, Lisna can bayaran sakola nepika di kaluarkeun ti sakola. Hiji poe Lisna nyampeurkeun kuring bari ceurik.
” Mah, Lisna alim ninggali mamah nangis wae. Mah, hirup urang kudu diobah. Tong kieu wae. Mah, Lisna nyungkeun pidu’a mamah kanggo damel janten pembantu di Jakarta. Mamah tong melang, da sareng Ceu Atik ieuh. Engkin unggal sasih Lisna ngirim acis sareng serat ka mamah.”
Kuring ngulahkeun. Tapi manehanana terus maksa. Kuring teu ihlas, tapi kudu kumaha deui. Kuring nangkeup Lisna bari ceurik. Pas poe kaberangkatan Lisna ka Jakarta kuring ceurik asa teu ihlas hate teh.
” Lisna, hampura mamah. Mamah teu tiasa janten kolot nu sok nyumponan kahoyong Lisna, mamah teu tiasa ngabagjakeun Lisna. Mamah kalakah ngariweuhkeun Lisna.”
” Mah.. Lisna nu kudu nyungkeun hampura ka mamah. Lisna kalakah ngantunkeun mamah di dieu. Mah, Lisna pasti sono ka mamah. Mamah jaga dirinya. Tong ngadamel Lisna melang di Jakarta.”
Kuring tatangkeupan jeung Lisna. Deudeuh anaking...
Geus sabulan Lisna di Jakarta. Poe harita kuring di bere surat ti pak pos. Eta teh surat ti Lisna. Kieu isina.
” Mah.. Kumaha damang? Mah, mamah tong melangnya ka Lisna. Alhamdulillah geuningan dunungan Lisna teh bageur pisan. Sok masihan acuk ka Lisna, Lisna teh menikat di ogo. Mah, ieu ku Lisna di kiriman acis. Angge nya mah. Sasih payun ku Lisna transfer deui acisna.”
Kuring ceurik. Clak.. clak... clak... ci panon nyurucud. Inget kumaha kaayaan bareto. Bareto kuring ge jadi pembantu di Jakarta. Kang Marna teh budakna dunungan kuring. Meunikat bageur teh dunungan na teh nepi ka kuring kawinna jeung Kang Marna. Lima taun kuring kawin kuring geus boga budak. Harita teh keur peuting imah kuring kadurukan. Budak, mitoha jeung harta banda kuring teu bisa kasalametkeun iwal ti kuring jeung kang Marna.
Geus kita kuring ge meunang musibah deui. Kang Marna ka tipu. Perusahaanna ngahutang dimana-mana nepi ka bangkrutna. Harta nu nyesa ge milu ledis da sarua di jualan. Sataun saenggeus eta, kang Marna ka Batak. Milu di gawe jeung babaturanna. Pas harita kuring ge keur ngandung Lisna.
Eta nu ngarannan takdir teu bisa di kukumaha. Kuring nalangsa tapi kuring ge teu bisa kukumaha. Tapi ayeuna kuring teu pati melang. Lisna di Jakarta teu susah. Nu penting manehna bagja diditu ge.
Geus ampir genep bulan Lisna di Jakarta. Ceunah mah ayeuna manehna rek balik ka dieu. Kuring nungguan manehna ti isuk mula. Barang sore nu datang lain Lisna tapi Ceu Atik.
” Ceu, kamana Lisna?” ceuk kuring bimbang.
” Ceu... Lisna..”ceuk ceu Atik sabari ceurik.
” Kunaon ceu?”
” Lisna tos pupus.”
Bleg hate teh... curucud ci panon ngeclakan kana pipi.
” Ceu, eceu tong heureut..” ceuk kuring.
Ceu Atik nyaritakeun kumaha carita na.
Lisna teh jadi anak emas diditu teh. Dununganna teh bageur pisan ka manehna. Tapi, kitu oge aya kahayangna. Lisna teh di perkosa ku dunungan lalakina sababaraha kali. Poe kamari Lisna ngomong ka dunungan awewe na. Ari pas kitu dununganna parasea. Geus kitu pedah dendam meureun jadi dunungan lalakina ngabunuh Lisna. Pembunuhan eta ka pergok ku mitoha na.
Bleg... leuleus hate kuring teh. Gusti, kunaon ieu teh? Naha sagala nu di pikaboga ku kuring kudu di candak??? Kuring ceurik terus.
Isukna kuring jeung ceu atik ka jakarta. Geus nepi ka rumah sakit kuring nempo eta awak anu di tutupan ku lawon bodas. Ku kuring di buka eta lawon teh. Leuleus ieu hate kuring ninggali eta budak kuring anu ku kuring di urus ti orok nepi k ayeuna geus teu walakaya. Geus euweuh di dunya ieu. Eta jasadna ku kuring di bawa ka lembur. Sanggeus di kurebkeun kuring datang ka jakarta deui. Da ceunah mah poe ayeuna sidang pembunuhan Lisna.
” Ceu, tuh nu ngabunuhna.”
Kuring nempo ka jelema eta. Ngan teu katinggali rarayna. Manehna di hukum lima belas taun bari ceunah mah manehna rek di cerai ku pamajikanna da bongan manehna mah numpang hirup di pamajikanna.
Kuring ngadeukeutan eta lalaki. Bleg ieu hate. Nyeri pisan...
” Akang, jadi akang anu ngabunuh Lisna? Akang... lisna teh budak urang kang... akang tega!!! 13 belas taun akang masihan kanyeuri ieu ka kuring.. ayeuna akang masihan nu leuwih nyeuri deui ka kuring. Akang tega... naon atuh salah kuring kang...”
Manehna cicing. Curucud ci panonna. Manehna ngarasa hanjakal.
Kang, hanjakal akang teu bisa ngubaran hate kuring. Jauh-jauh ti kuring. Kuring embung nempo akang deui. Tong datang deui ka kahirupan kuring. Geus cukup kanyeuri nu di tabur ku akang. Nepi iraha oge nyeuri ieu bakal jadi saksi kahirupan kuring.



                                                                                                   

Ads Inside Post