Karya : Diny Syarifah Sany
“ By the moon in the sky.. I never forget that stories of. I hope
there will always time together.”
Airmata itu jatuh ketika tangan ini harus memandang seseorang yang
telah menjadi bagian dari kisah hidupku. Dan airmata itu terkadang aku teteskan
lagi ketika aku mengingatnya. Aldi… dialah sahabatku saat aku duduk di SMA dan
saat kami sama-sama menjadi mahasiswa suatu universitas negeri. Dan saat semester
empat, aku mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Tepatnya di Belanda.
“ Kita punya kesempatan lagi
untuk bertemu kan ??”ujarnya
lirih.
“ Apa kau ragu? Live is miracle.”
“ Aku pasti menunggumu kawan. Aku tunggu kamu dua tahun lagi ya…”
Itulah kata-kata terakhir darinya. Dia menungguku. Mungkin kini
diapun masih menungguku. Beberapa bulan lagi aku akan pulang ke Indonesia .
Aku akan menyelesaikan kuliah S1 ku. Ku ambil laptopku dan aku mencoba
mengirimkan pesan padanya.
“ What are you doing?? I lonely so much. Kamu masih nunggu aku kan ??? Aku selalu
menanti hari bertemu kita. Oh, ya…kalau kita ketemu aku mau ngajak kamu makan
bakso. Disini susah banget nemuin bakso. Hehehe… see you.”
Aku teguk teh hangatku.
“ Selalu begini.”gumamku sambil memandang laptopku.
Sudah sering aku mengirimkan pesan kepadanya. Tapi, pesan itu tidak
terkirim. Entah kenapa.
“ Aku tetap akan mencarimu kawan…”ujarku mantap.
Beberapa bulan telah berlalu. Dan kini tepat saatnya untuk aku
pulang kembali ke Indonesia .
Aku berencana untuk melanjutkan kuliahku di sebuah universitas negeri di Indonesia
jurusan seni desaign animasi karena kebetulan ada yang menawarkan aku beasiswa.
Dia Kak Fajar, dia pun mendapatkan beasiswa disini di Belanda sama sepertiku.
Dia tertarik saat melihat gambar-gambar yang aku buat. Kebetulan ayahnya adalah
guru besar di universitas itu. Dan sekarang dia pun akan melanjutkan studi di
universitas yang sama sepertiku hanya saja mengambil jurusan hukum.
Aku tahu, dan kami saling yakin. Benih-benih cinta itu tumbuh antara
kami. Kami memutuskan saat pulang ke Indonesia kami akan bertunangan.
Dan kami sepakat setelah studi S2 kami selesai kami akan melangsungkan
pernikahan.
Siang itu aku sedang merapikan barang-barangku. Aku berencana untuk
pulang ke Indonesia
tiga hari lagi. Tiba-tiba Kak Fajar datang ke kontrakanku. Dia menawarkan aku
untuk bekerja di kantor kedutaan Indonesia .
“ Ayolah, kita bisa mengundur kuliah kita satu tahun lagi. Bayangkan
kita bisa punya pengalaman bekerja di kedutaan Indonesia di Belanda.”
“ Aku tahu tapi…”
“ Tapi apa? Percaya deh sama aku. Coba saja.”
“ Aku hanya diam tak menjawab apapun.
“ Diam berarti iya.”ujarnya.
Dengan bekerjanya aku di sini menunda kuliahku dan menunda
pertemuanku kembali dengan Aldi. Selama hampir setengah tahun ini aku bekerja.
Tapi aku tidak kerasan. Aku merasa ini bukan aku yang sebenarnya.
“ Aku mengundurkan diri saja.”ujarku suatu sore pada Kak Fajar.
“ Apa?”
“ Aku merasa ini bukan aku. Berbulan-bulan aku bertahan tapi hati
aku selalu berontak. Kakak mengerti kan ?
Aku ingin kembali ke Indonesia .
Please..”
“ Baiklah… aku akan urus semuanya. Minggu depan kita pulang ke Indonesia .”
“ Kita??”
“ Iya, aku tak mungkin tinggal disini sedangkan kamu di Indonesia .
Bukankah kita akan bertunangan dan menikah? Aku tak mungkin mau jauh dari orang
yang sangat aku cintai.”
“ Ah… Kakak… kata-kata itu jadi tidak keren lagi bila kakak yang
bicara.”
“ Ih kamu tuh nyebelin sini kakak cubit.”
“ Ah, jangan.”
Seminggu telah berlalu tiba saatnya kami pulang ke Indonesia . Setelah pulang Kak Fajar
datang ke rumahku bersama orangtuanya untuk melamarku dan keluargaku
menerimanya.
Kami berdua pun melanjutkan studi kami. Sebenarnya Kak Fajar beda
empat semester denganku, tapi dia bekerja di kedutaan besar Indonesia selama dua tahun. Jadi
sekarang kami menjadi satu angkatan. Sambil kuliah kami punya pekerjaan
masing-masing. Kak Fajar menjadi dosen di perguruan tinggi itu dan dia pun
bekerja di pengadilan tinggi negeri. Dan aku menjadi jurnalis dan aku pun
sekarang bekerja di lembaga perfilman serta menjadi penulis skenario di salah
satu PH.
Sebelum pergi lagi untuk melanjutkan studi aku pernah mencoba datang
ke rumah Aldi. Tapi sayang, sudah tak ada siapa-siapa lagi disana. Banyak
tetangga yang bilang kalau mereka telah pindah rumah. Aku pergi dengan rasa
kecewa yang tinggi.
Tiga tahun sudah aku lulus dan
menuntut ilmu kembali dengan melanjutkan S3 bidang sastra. Telah
bertahun-tahun pula aku tak lagi bertemu Aldi. Dan aku pun telah menikah dengan
Kak Fajar.
Di pagi hari aku mendapatkan
telepon dari pimpinan redaksi. Aku harus meliput tentang penjahat sepuluh. Itu
adalah sebutan untuk bupati salah satu kabupaten yang korupsi dan tukang kawin.
Dia adalah Wandi. Dia telah menikahi 10 orang wanita dan korupsi sebanyak 10
milyar dia juga bekerja sama dengan 10 perusahaan untuk memanipulasi pajak.
Aku segera menjalankan tugasku. Sudah beberapa minggu aku mencari
berita itu. Tapi tak ada hasil. Wandi sampai sekarang buron dan entah berada
dimana. Yang diketahui hanya keberadaan orangtuanya saja. Saat matahari di atas
kepalaku aku mampir dulu ke warteg. Aku bertemu dengan seorang anak pengemis.
“ Mau makan dik?”
Dia mengangguk tanpa bicara.
“ Ayo masuk ke warteg, biar tante traktir kamu.”
Kami berdua memesan makanan. Sepertinya dia sangat kelaparan
makannya saja sangat lahap.
“ Tante wartawan ya?”
“ Kok kamu tahu.”
“ Itu ada kartunya.”
“ Oh iya..”
“ Tante, aku ingin si penjahat sepuluh itu bisa tertangkap.
Gara-gara dia, ayahku di PHK, aku harus putus sekolah, dan ibu meninggalkan
kami semua. Tante harus buat berita yang menyenangkan hati kami.”
Aku tersenyum melihat kepolosannya. Aku pun terinspirasi dari
perkataan anak itu.
Sepulangnya di rumah aku segera mengambil laptopku dan mulai
mengerjakan sesuatu. Sudah tiga minggu aku mengerjakannya dan akhirnya selesai
juga. Sebuah film kartun yang menyindir lambatnya pemerintah mengusuk kasus ini
dan bejatnya Wandi.
“ Bagaimana hasilnya?”tanyaku pada suamiku untuk meminta pendapatnya
tentang film kartun itu.
“ Kamu menyindir kami? Aku juga orang hukum.”
“ Lagian kamu sama lambatnya juga sih. Aku tak mau tahu semuanya
harus selesai.”
“ Tapi sayang kamu sendiri tahukan wandi itu buron?”
“ Oh ya. Kamu tahukan rumah
orangtuanya?”
“ Kenapa memangnya?”
“ Aku ingin menyusuri kasus ini.”
“ Sayang, kamu jangan macam-macam.”
“ Sayang kamu lupa ya. Aku ini seorang jurnalis.”
“ Kamu itu betul-betul keras kepala. Gara-gara jadi jurnalis kita
harus menunda bulan madu kita.”
“ Aku janji, setelah kasus ini selesai aku akan cuti.”
“ Janji?? Nih nomornya. Aku harap kasusnya cepat selesai.”
“ Ih, ganjen…!!”
Keesokan harinya aku pergi ke rumah orangtua wandi. Awalnya aku tak
bisa bertemu mereka, tapi aku mengenal seseorang, aku mengenal salah satu
istrinya. Dia adalah Neli. Saat aku masuk ke dalam rumahnya aku dikejutkan pula
oleh sosok orangtua Wandi. Mereka adalah sosok yang aku kenal. Aku terpukul.
Aku sedih…
“ Aku tak percaya ini.”tangisku.
“ Dilla, aku juga tak tahu kenapa ini semua terjadi. Kenapa dia
berubah.”ujar Nelli.
“ Ternyata selama ini orang yang aku benci adalah sahabatku sendiri.
Kenapa Wandi itu adalah Aldi?”
Neli adalah pacar Aldi sewaktu SMA. Dan dia sekarang menjadi istri
pertamanya. Dulu, setelah Aldi lulus dia bekerja di sebuah kantor pemerintah,
ia pun berkarir di dunia politik. Setelah dia memiliki jabatan tinggi seperti
sekarang dia menjadi seseorang yang gila harta dan juga gila wanita. Padahal,
itu bukanlah Aldi yang selama ini aku kenal. Aku yakin, itu bukan dia, tapi tak
ada yang bisa membantahnya kalau Aldi itu sekarang adalah Wandi.
Aku pulang dengan ke hampaan. Sepanjang jalan aku menangis. Kenapa,
kenapa?
“ Sayang, kamu kenapa?”Tanya suamiku saat aku pulang dari rumah Aldi.
Aku terdiam dan terus menangis.
“ Kamu kenapa? Ceritakan padaku. Aku ini suamimu.”
Aku terus menangis dan memeluknya. Aku tak berani mengatakannya. Aku
terus menyimpan rahasia ini.
“ Oh ya, kamu jangan menangis, aku membawa kabar gembira untukmu.
Filmmu akan ditayangkan dua minggu lagi. Aku sudah menandatangani kontraknya.”
“ Mas, batalkan kontraknya.”
“ Lho, kenapa? Tidak bisa begitu dong.”
“ Aku mohon. Kamu itu mengerti hukum. Kamu pasti bisa mengatasinya.”
“ Kita bisa rugi besar. Kita pasti harus membayar banyak uang. Ada apa ini? Bukannya kamu
begitu semangat untuk menayangkan film ini?”
“ Sekarang tidak lagi.”
Suamiku terus memaksaku menceritakannya. Aku memang tak pernah bisa
berbohong pada suamiku. Dia itu begitu pintar dalam masalah membuka kebohongan
orang lain. Aku menceritakan semuanya tentang Wandi yang sekarang menjadi
buronan.
Keesokan harinya saat suamiku sedang di kantor dia menelponku. Dia
mengatakan bahwa Wandi telah tertangkap, aku pun segera datang ke kantor polisi
untuk menemuinya. Saat itu kabar tertangkapnya Wandi belum disebarluaskan
karena perintah suamiku.
Aku meneteskan airmata saat melihatnya terkurung dibalik jeruji
besi. Aku mendekatinya dengan langkah yang getir.
“ Apakah kau mengingatku?”ucapku getir.
Dia terkejut melihat kedatanganku yang sangat tiba-tiba.
“ Kau tampak begitu kacau hari ini. Apa kau sudah makan Al?”
“ Dilla… apa itu benar kau?”
“ Aku bawakan kamu sayur lodeh di tambah sambal terasi dan jengkol,
kamu masih suka kan ?”ujarku
sambil menangis.
Dia hanya tertunduk. Aku membuka jeruji besi itu dan masuk.
‘ plak’ tamparan yang keras mendarat di pipinya. Tapi dia tak mau
berontak dia hanya bisa tertunduk.
“ Kau masih sama seperti dulu. Sikapmu tak berubah, hanya kau
sekarang lebih cantik. Jadi Pak Fajar itu suamimu. Kau memang hebat, bisa
mendapatkan suami yang hebat pula.”ujarnya
“ Kau juga masih sama seperti dulu. Kau selalu memujiku dan tak
pernah marah padaku. Hanya satu yang tak ku mengerti kenapa kau menjadi kejam
seperti ini. Ini bukan Aldi yang ku kenal. Atau memang ini sifat aslimu?”
“ Aku melakukan ini untukmu.”
Dia menceritakan semuanya. Setelah dia lulus S1 dia menunggu ku
selama berminggu-minggu di bandara, dia pun berkunjung ke rumahku tapi aku tak
ada dan orangtuaku pun tak tahu kabarku. Ada
yang bilang kalau aku telah mati karena kecelakaan pesawat. Padahal aku masih
hidup sampai sekarang. Dia prustasi dan dia pindah ke luar kota . Setiap dia melihat ada seorang gadis
yang mirip denganku dia selalu memaksa untuk menikah karena dia sangat
merindukan aku. Tapi dia malah menjadi semakin gila. Dia pun menjadi koruptor.
“ Itu bukan alasan, Al.”
“ Aku tahu kau pasti tak akan percaya.”
“ Al, kenapa semua ini terjadi? Aku merasa semua ini hanya mimpi.
Aku ingin bangun dari mimpiku. Sahabat yang selama ini aku banggakan sekarang
malah…”
“ mengecewakanmu..? aku tahu kau pasti kecewa. Tapi aku pun kecewa.
Kenapa kau tak pernah mengerti perasaanku? Aku menunggumu terus, siang dan
malam. Aku frustasi mendengar kabar kau meninggal.”
“ Tapi, apa dengan kelakuanmu seperti ini kau mengobati
kekecewaanmu? Banyak orang yang tersakiti. Istri-istrimu, para buruh, dan
bahkan aku. Kenapa pikiranmu seperti anak kecil??”
“ Aku melakukan ini karena aku mencintaimu.”
“ Apa?”
“ Dari dulu kau tak pernah mengerti aku. Kau hanya menuruti logikamu.
Tapi, apa kau pernah melihat aku dengan hatimu? Apa kau tidak melihat betapa
aku mencintaimu dari dulu?”
“ Bukan dengan cara ini kau mencintaiku. Kau begitu bodoh…”ujarku
sambil pergi keluar.
“ Aku memang bodoh.. tapi ini pun karenamu. Dan aku tak menyesal
mengenalmu.”ujarnya.
Seminggu kemudian akan digelar sidang Aldi. Beberapa minggu ia
disidang dan akhirnya pengadilan memutuskan dia dipenjara selama 15 tahun.
“ Dilla, aku mohon, maafkan aku. Aku akan selalu mengingat semuanya.
Sampai jumpa lima
belas tahun lagi. Nanti, kamu pasti sudah punya anak. Nanti, kamu jangan
melarang aku untuk bertemu dengan anakmu. Tapi, saat itu usiaku pasti sudah lima puluh tahun. Sedih
rasanya menghabiskan waktu begitu lama.”
“ Pergilah… aku akan menunggumu untuk datang kembali menemuiku.
Bagaimanapun kau, kau tetap sahabatku. Dan aku takkan pernah melupakannya.”
Aku pun mengubah jalan cerita film kartunku. Aku ubah ceritanya.
Tentang persahabatan kami..yang abadi sampai kapanpun. Dan sekarang, waktuku
untuk menunggu dan menunggu kembalinya sahabatku.
Artikel
No comments:
Post a Comment